Ilmubahasa.net – Pembicaraan tentang penggunaan bahasa erat kaitannya dengan mencermati fungsi bahasa. Fungsi bahasa merupakan penggunaan bahasa oleh penuturnya untuk berbagai tujuan. Buhler dalam Oktavianus merumuskan bahwa bahasa memiliki fungsi ekspresif, fungsi konatif, dan fungsi representatif. Melalui fungsi ekspresif, bahasa digunakan oleh penuturnya untuk mengekspresikan diri dalam segala situasi. Melalui fungsi konatif, bahasa digunakan untuk mempengaruhi lawan tutur yaitu memerintah, menasihati, mengundang, mengajak, dan lainnya. Melalui fungsi representasi bahasa digunakan untuk menggambarkan situasi yang menyangkut berbagai aspek kehidupan.
Senada dengan fungsi-fungsi di atas, Halliday juga mengemukakan tiga metafungsi bahasa, yaitu fungsi ideasional (ideational function), fungsi interpersonal (interpersonal function), dan fungsi tekstual (textual function). Ketiga metafungsi ini sangat penting karena berhubungan dengan penggunaan bahasa dalam proses sosial di dalam suatu masyarakat; dan dengan demikian pula dalam kaitannya dengan analisis wacana.
Wacana |
Fungsi pertama, fungsi ideasional berkaitan dengan peranan bahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan isi pikiran, serta untuk merefleksikan realitas pengalaman partisipannya. Fungsi kedua, fungsi interpersonal berkaitan dengan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk mengungkapkan peranan-peranan sosial dan peranan-peranan komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri. Fungsi interpersonal ini tampak pada struktur yang melibatkan bermacam-macam modalitas dan sistem yang dibangunnya. Fungsi ketiga, fungsi tekstual berkaitan dengan peranan bahasa untuk membentuk berbagai mata rantai kebahasan dan mata rantai unsur situasi yanag memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya baik secara lisan maupun tertulis. Fungsi tekstual tampak pada struktur yang melibatkan tema (theme) dan rima (rhyme), yaitu struktur tematik dan struktur informasi.
Dalam hal ini, para partisipan (penutur dan mitra-tutur, pembicara dan mitra-bicara) berkomunikasi dan berinteraksi sosial melalui bahasa dalam wujud konkret berupa wacana (lisan atau tulis). Dengan demikian, bahasa berfungsi ideasional dan interpersonal; sedangkan untuk merealisasikan dan mewujudkan adanya wacana, bahasa berfungsi tekstual. Fungsi tekstual tersebut pada hakikatnya merupakan sarana bagi terlaksananya kedua fungsi lainnya, yaitu fungsi ideasional dan fungsi interpersonal.
Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa wacana baik lisan maupun tulis mengemban fungsi tekstual dan di dalam fungsi tekstual itulah ide-ide, gagasan, dan isi pikiran diungkapkan. Melalui wacana itu pula antaranggota masyarakat (partisipan) berkesempatan menjalin komunikasi dan pergaulan serta dapat melakukan interaksi sosial dan bekerja sama.
Analisis wacana adalah salah satu altenatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” (what), analisis wacan lebih melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana dapat diketahui bagaimana isi teks berita dan pesan itu disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan yang meliputi kata, frase, kalimat, dan lainnya, analisis wacana dapat melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. (Eriyanto, 2001:xv)
Perbedaan analisis wacana dan analisis isi kuantitatif, seperti dikemukakan oleh Eriyanto (2001:337-341) diantaranya, pertama, analisis wacana dalam analisisnya lebih bersifat kualitatif dibandingkan dengan analisis isi yang umumnya kuantitatif. Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interpretasi. Kedua, analisis isi kuantitatif pada umumnya hanya dapat digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat manifest (nyata), sedangkan analisis wacana justru berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Ketiga, analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang dikatakan” (what) tetapi tidak dapat menyelidiki “bagaimana ia dikatakan” (how). Keempat, analisis wacana tidak berpretensi melakukan generalisasi. Hal ini berasumsi bahwa pada dasarnya setiap peristiwa selalu bersifat unik, karena tidak dapat diperlakukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isu dan kasus yang berbeda.