Masyarakat yang hanya mempunyai satu bahasa menggunakan ragam tutur untuk membedakan situasi yang resmi, tak resmi, indah, dan sakral. Ragam informal digunakan pada saat keadaan santai. Ragam formal digunakan pada saat yang resmi. Sedangkan situasi yang indah romantis, ragam susastra lebih banyak digunakan. Selain itu situasi sacral menggunakan ragam yang sacral pula. Ragam formal sering berbentuk sama dengan apa yang dinamakan bahasa baku atau ragam bahasa standar. Ragam informal kadang-kadang terdiri dari dialek bahasa yang sama, tetapi yang bukan baku. Kadang-kadang juga, ragam informal itu terdiri dari “penyantaian” bahasa standar itu.
Penggunaan kata-kata yang tidak diucapkan secara penuh, aturan tata kalimat yang tidak ketat, kata-kata yang teknis diganti dengan kata-kata yang bersifat umum (Poedjosoedarmo, 1978). Kepekaan anggota masyarakat dalam menggunakan masing-masing variasi ini mencerminkan kepekaan masyarakat terhadap aturan sopan santunnya. Ragam tutur yang wujudnya ditentukan oleh peristiwa percakapan, sebaliknya mengatur anggota masyarakat agar memperhatikan pemakaian ragam itu dan memperhatikan berbagai peristiwa tutur yang berbeda-beda.
Memperhatikan cara penggunaan ragam tutur menjadikan anggota masyarakat peka terhadap adanya situasi bicara yang berbeda-beda. Dengan kata lain, adanya ragam tutur ini masyarakat dibuat peka dan dipaksa untuk menaati aturan sopan santun. Masyarakat tidak boleh menggunakan ragam tutur semaunya sendiri dalam bercakap di berbagai situasi dan peristiwa percakapan. Bahasa dalam masyarakat dan kebudayaan tertentu selalu digunakan sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan yang juga tertentu sifatnya. Maksud dan tujuan sebuah pemakaian bahasa juga dapat dipandang sebagai salah satu sosok penentu variasi atau ragam bahasa.
Penggunaan kata-kata yang tidak diucapkan secara penuh, aturan tata kalimat yang tidak ketat, kata-kata yang teknis diganti dengan kata-kata yang bersifat umum (Poedjosoedarmo, 1978). Kepekaan anggota masyarakat dalam menggunakan masing-masing variasi ini mencerminkan kepekaan masyarakat terhadap aturan sopan santunnya. Ragam tutur yang wujudnya ditentukan oleh peristiwa percakapan, sebaliknya mengatur anggota masyarakat agar memperhatikan pemakaian ragam itu dan memperhatikan berbagai peristiwa tutur yang berbeda-beda.
Memperhatikan cara penggunaan ragam tutur menjadikan anggota masyarakat peka terhadap adanya situasi bicara yang berbeda-beda. Dengan kata lain, adanya ragam tutur ini masyarakat dibuat peka dan dipaksa untuk menaati aturan sopan santun. Masyarakat tidak boleh menggunakan ragam tutur semaunya sendiri dalam bercakap di berbagai situasi dan peristiwa percakapan. Bahasa dalam masyarakat dan kebudayaan tertentu selalu digunakan sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan yang juga tertentu sifatnya. Maksud dan tujuan sebuah pemakaian bahasa juga dapat dipandang sebagai salah satu sosok penentu variasi atau ragam bahasa.
![]() |
Ragam Bahasa |
Masyarakat bahasa yang hanya memiliki satu macam bahasa saja menggunakan sosok bahasa yang satu tersebut dalam anekan pemakaian dan kebutuhan. Kebutuhan untuk mmenyampaikan nuansa keindahan, kebutuhan untuk mengungkapkan warna kesakralan, dan kebutuhan untuk menyatakan keformalan, semuanya hanya dapat diwakili oleh satu sosok bahasa saja dalam masyarakat noonlingual.
Apabila situasi dan kondisi pemakaianya menuntut bentuk-bentuk fantastis dan romantic, ragam bahasa susastra, ragam bahasa susastra, ragam bahasa literer, atau ragam yang indah akan lebih banyak digunakan. Ragam bahasa indah atau bergaya liteter demikian ini banyak ditandai oleh sejumlah penyimpangan kebahasaan, tetapi memang penyimpangan itu dilakukan demi tujuan keindahan dan keapikan tertentu dalam hubungan dengan kesopanan dalam berkomunikasi dalam masyarakat.
Apabila situasi dan kondisi pemakaianya menuntut bentuk-bentuk fantastis dan romantic, ragam bahasa susastra, ragam bahasa susastra, ragam bahasa literer, atau ragam yang indah akan lebih banyak digunakan. Ragam bahasa indah atau bergaya liteter demikian ini banyak ditandai oleh sejumlah penyimpangan kebahasaan, tetapi memang penyimpangan itu dilakukan demi tujuan keindahan dan keapikan tertentu dalam hubungan dengan kesopanan dalam berkomunikasi dalam masyarakat.