close

Tiga Kisah Pertempuran Kumbakarna

tiga kisah pertempuran kumbakarna

aku ingin tidur tanpa selimut anggur tanpa kipas dayang tanpa kelambu wangi, Paman Prahastra. Kumbakarna, raksasa lembut itu, seperti sedang mengelus-elus bulu-bulu harum sayap kuda sembrani. Gerimis bunga kenanga, hujan cahaya, dan denting gamelan Lokananta menyusup pelan-pelan ke seluruh telinga rakyat Alengka. Aku akan pulang ke Panglebur Gangsa, Paman, aku akan bertapa memasuki gua suwung tanpa cericit burung tanpa genderang perang yang ditabuh para hantu. Ia, pertapa yang menjelma gunung mendengkur itu, kemudian memasuki keajaiban hijau malam, terbang menembus kelopak – kelopak langit dan akhirnya mengigau tentang pintu surga yang tidak pernah terbuka tentang dewa-dewi yang tak pernah berhenti memetik harpa. Jika saatnya tiba, Paman, jika Alengka telah terbakar dan segala ingatan tentang keindahan akan kepak kelelawar hangus, bangunkan aku dari rahim yang asing dan teduh. Akan kulawan Ramawijaya meskipun…

kau tahu panah sakti seteru Rahwana itu memang memenggal leherku, Wibisana. Kau juga tahu Laksamana melumpuhkan tangan, kaki dan keberanianku.Tetapi mengertilah, aku tak bertempur untuk istana dan keindahan gua pertapaanku. Aku hanya ingin Alengka tak lampus dan kematianku menjadi rahasia kekalahan siapa pun menghadapi keraguan. Kumbakarna lalu pamit mati kepada angin dan semua kuda jantan. Ia berharap tak ada lagi yang bertikai untuk sesuatu yang hampa untuk sesuatu yang tak layak dipertengkarkan. Bukankah kematian kera-kera itu akhirnya tak membuat Rama percaya pada kesucian Sinta? Bukankah….

kematianku tak membuat surga membuka pintu untuk pertobatan seekor raksasa, Indrajit. Kematianku hanya melahirkan arwah harum yang mengendarai ular jantan. Bersama tujuh bidadari dan sepasang genderuwa kembar, turunlah dari kereta kencana perangmu. Tak ada gunanya kau membunuh Rama yang telah kalah sebelum kaulesatkan panah api pertamamu. Tapi tetap saja Indrajit berangkat berperang dan binasa. Tetap saja Rahwana murka dan binasa. Tetap saja aku tak bisa menghentikan pertempuran melawan kegelapan yang sia-sia.Oleh Triyanto Triwikromo

Leave a Comment

en_USEnglish